Kasus Hak Paten Obat-obatan
India sedang mempersiapkan perlawanan menghadapi paten atas
obat diabet yang didasarkan pada tanaman dari India. Kantor Paten Amerika
Serikat telah memberikan paten pada sebuah perusahaan farmasi Amerika Serikat
atas obat yang dibuat dari terong dan pare. Menurut pemerintah India, kedua
tanaman tersebut sudah ribuan tahun digunakan untuk menyembuhkan diabetes di
India dan sudah terdokumentasi dalam banyak teks tentang tanaman obat di India.
Sementara itu, tanaman afrika juga tidak luput dari
pematenan. Amerika Serikat kembali memberikan paten nomor 5,929,124 granted
tanggal 27 Juli 1999 kepada dua ilmuwan Swiss untuk penemuan berupa zat aktif
dari akar sebuah pohon (Swartzia madagascariensis) di Afrika. Zat aktif ini
digunakan untuk mengobati infeksi jamur serta gatal-gatal pada kulit.
Penelitian menunjukkan bahwa bahan kimia dari pohon ini jauh lebih ampuh dari
obat anti jamur yang ada sekarang, yang menarik adalah kasus ‘perang paten’
atas obat genetik antara Amerika Serikat dan Inggris.
Myrian Genetics, sebuah perusahaan Amerika Serikat telah
mempatenkan dua gen manusia untuk skrining kanker payudara. Padahal sebagian
besar penelitian tentang hal itu paling tidak pada satu gen yaitu BRCA2
dilakukan di Institut Penelitian Kanker Inggris. Myriad mengajukan paten
beberapa jam sebelum Institut kanker mengumumkan penemuannya dalam majalah
Nature. Pemberian paten ini akan mengancam pekerjaan 15 laboratorium di Inggris
yang dibiayai oleh masyarakat/negara dengan biaya 15 kali lebih rendah
dibandingkan di AS.
Analisis :
Kasus hak paten dalam wacana di atas, terdapat tiga kasus hak
paten mengenai obat-obatan mulai dari tradisional hingga bahan kimia. Uniknya
dalam tiga kasus tersebut melibatkan satu negara yang bermasalah dengan negara
lain mengenai hak paten obat-obatan, Negara tersebut adalah Amerika Serikat.
Pertama, Kantor Paten Amerika Serikat telah memberikan paten
pada sebuah perusahaan farmasi Amerika Serikat atas obat yang dibuat dari
terong dan pare. Padahal tanaman tersebut berasal dari Negara India. Sudah
ribuan tahun dua tanaman tersebut digunakan untuk menyembuhkan diabetes di
India dan sudah terdokumentasi dalam banyak teks tentang tanaman obat di India.
Hal ini menunjukan bahwa Negara Amerika Serikat telah
mengambil hak paten dua tamanan tersebut dari Negara India. Seharusnya hal ini
tidak dilakukan oleh Amerika Serikat karena sudah jelas bahwa tanaman tersebut
berasal dari Negara Lain bukan dari Negaranya. Untuk menyelesaikan kasus
tersebut, Negara India harus dengan cepat mempatenkan dua tanaman tersebut agar
Amerika Serikat tidak berbuat seperti itu dan memberikan hukuman pada Amerika
Serikat yang telah berusaha mengambil hak paten dari dua tanaman itu.
Kedua, Amerika Serikat kembali memberikan paten kepada dua
ilmuwan Swiss untuk penemuan berupa zat aktif dari akar sebuah pohon (Swartzia
madagascariensis) di Afrika. Zat aktif ini digunakan untuk mengobati infeksi
jamur serta gatal-gatal pada kulit.
Masih dengan negara yang sama yaitu Amerika Serikat yang
mengambil hak paten zat aktif dari sebuah pohon di Afrika. Seharusnya hak paten
atas zat aktif tersebut adalah milik Negara Afrika karena pohon tersebut ada di
wilayah Afrika. Tidak ada hak untuk Amerika Serikat maupun Inggris yang bisa
mengakui bahwa zat aktif tersebut milik mereka walaupun mungkin dalam
kenyataannya Amerika Serikat dan Inggris melalukan penelitian untuk zat aktif
itu. Tetapi tetap, hak paten untuk zat aktif itu adalah milik Afrika dan Negara
Afrika berhak memberi hukuman atas apa yang dilakukan oleh Negara Amerika dan
Inggris yang telah mengakui hak paten atas zat aktif tersebut.
Terakhir, Sebuah perusahaan Amerika Serikat telah mempatenkan
dua gen manusia untuk skrining kanker payudara. Padahal sebagian besar
penelitian dilakukan di Institut Penelitian Kanker Inggris. Myriad mengajukan
paten beberapa jam sebelum Institut kanker mengumumkan penemuannya dalam
majalah Nature.
Kasus ini hanya karena kecepatan pengakuan hak paten dari
Institut Penelitian Kanker Inggris yang telah didahului oleh Myrian Genetics,
sebuah perusahaan Amerika Serikat dalam hitungan jam. Padahal penelitian ini,
sebagia besar dilakukan di Inggris namun lagi-lagi Amerika Serikat mengakui
yang bukan hak nya. Hal ini juga mengancam 15 pekerjaan laboratorium di Inggris
yang dibiayai oleh masyarakat Inggris.
Pesan penting untuk Negara Amerika Serikat, jangan
berkehendak sendiri dalam melakukan apapun walaupun kita semua mengetahui bahwa
Amerika Serikat adalah negara yang kaya dalam pendanaan tetapi bukan seperti itu
caranya, mengakui yang bukan haknya. Berlaku adil dan bersikap profesional itu
yang seharusnya ditunjukan oleh negara super power seperti Amerika Serikat.
empuk penuntutan-penuntutan hukum yang tidak jelas dasarnya tanpa ada perlawanan. Petani tidak berkutik dalam sistem hukum karna tidak mampu menyewa pengacara bahkan pembayaran biaya sidang ...
Kasus Teknologi
Rekayasa Genetik
Teknologi rekaya genetik memungkinkan kita untuk mengisolasi
DNA dari berbagai organisme dan menggabungkannya ke dalam suatu organisme yang
lain sehingga menghasilkan organisme dengan sifat yang berbeda. Teknik ini juga
diterapkan dalam usaha menciptakan tanaman dengan sifat-sifat unggul, sehingga
dapat meningkatkan hasil produksi pertanian pada umumnya. Rekombinasi DNA
dianggap sebagai bentuk baru dari alam atau penemuan baru sehingga pada
perkembangannya kemudian tanaman transgenik dapat dipatenkan. Tetapi di
Indonesia berdasarkan UU no.14 tahun 2001 mengenai paten, makhluk hidup kecuali
jasad renik tidak dapat dipatenkan, sehingga perlindungan bibit unggul diatur
dalam UU No.29 tahun 2000 mengenai Perlindungan Varietas Tanaman (PVT)
Salah satu tanaman
pangan yang telah mendapatkan PVT di Indonesia adalah jagung. Jagung merupakan
salah satu tanaman pangan terpenting selain beras dan kedelai. Sampai tahun
2001 jumlah lahan yang ditanami jagung hibrida di Indonesia hanya mencapai 15%,
sangat jauh jika dibandingkan dengan Filipina dengan angka 40% atau Thailand
dengan angka 86%. Gambaran ini menjadi argumentasi untuk meningkatkan
penggunaan benih jagung hibrida.
Dewan Jagung
Nasional yang beranggotakan wakil pemerintah dan industri,
menargetkan peningkatan penggunaan jagung hibrida. Ditargetkan areal tanam 3,3
juta Ha saat ini dapat menjadi 7,5 juta ha. Yang menjadi potensi masalah bukan
pada target peningkatan produksi jagung tersebut, namun sifat dari hal paten
yang, melekat pada benih jagung hibrida. Dengan meningkatkan target pemakaian
benih hibrida, maka meningkat pula ketergantungan petani pada benih yang
dipatenkan tersebut. Berkaca dari kasus tuntutan hukum yang pernah ada
seringkali tidak jelas definisi pelanggaran hukum yang dituduhkan kepada
petani. Dan tidak kalah mengerikan adalah dengan adanya PVT perusahaan benih
jagung multinasional memiliki peluang yang menentukan arah kebijakan
pengembangan jagung di Indonesia.
Proyeksi masalah
yang lebih besar dapat dilihat pada kasus dominasi bibit paten yang diproduksi
oleh PT. Monsanto di Amerika yang mencapai sekitar 85% di seluruh ladang
kedelai, 45% dari seluruh ladang jagung dan 76% untuk ladang kapas. Petani di
berbagai daerah di Amerika mengeluhkan sulitnya bercocok tanam tanpa tersangkut
masalah pelanggaran hak paten, sedangkan untuk beralih ke bibit alami sudah
tidak mungkin karena kelangkaan bibit alami di pasaran. PT. Monsanto menyatakan
bahwa sejak tahun 1998 hingga 2004 telah dibuka sidang ribuan petani dengan
tuntutan pelanggaran hak paten bibit produksinya. Tidak setengah-setengah, PT.
Monsanto mengerahkan anggota khusus penyelidikan kemungkinana pelanggaran hak
paten sebanyak 75 staf dengan anggaran sebesar $10.
Kasus serupa juga
mulai di alami di Indonesia, tepatnya di Jawa Timur. PT. BISI, anak perusahaan
dari PT. Charoen Pokhpand merupakan produsen bibit jagung unggul. Seperti
produsen benih lainnya propagasi benih di serahkan ke petani-petani jagung
lokal dengan ikatan kontrak. Seorang petani bernama Pak Tukirin mengikuti
program propagasi bibit jagung produksi PT. BISI tersebut selama beberapa
tahun, bahkan sempat memenangkan juara terbaik kedua penghasil benih jagung
se-Kecamatan Ngoronggot. Setelah selesai kontrak pembenihan dengan PT. BISI,
Pak Tukirin membeli benih jagung produksi PT.BISI (bukan ikatan kontrak) untuk
dibudidayakan dengan tujuan konsumsi dan bukan penangkaran benih. Dari sini Pak
Tukirin mencoba untuk menciptakan bibit unggul sendiri berdasarkan
pengalamannya. Kegiatan ini kemudian dilaporkan PT BISI sebagai tindakan
pelanggaran PVT jagung produksi PT BISI. Setelah tidak terbukti demikian,
tuntutan dialihkan sebagai pelanggaran berupa peniruan cara berbudidaya.
Secara hukum
tuntutan atas Pak Tukirin memiliki banyak kecacatan. Tuduhan yang dikenakan
terhadap Pak Tukirin tidak berdasar hukum sama sekali. Fakta kejadian bahwa Pak
Tukirin mencoba melakukan persilangan dengan caranya sendiri kemudian dituduh
merupakan usaha sertifikasi yang illegal berdasarkan UU. No.12 mengenai Sistem
Budidaya Tumbuhan. Bila dicermati tuntutan tersebut sangat menyimpang dari
kejadian yang sebenarnya.
Petani kecil yang
umumnya awam terhadap hal-hal yang bersangkutan dengan kontrak perjanjian dan hukum,
menjadi sasaran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar